Skip to main content

Chik-en-gun-ye


Beberapa bulan terakhir sering terdengar berita atau dari lingkungan sekitar ada beberapa orang sekaligus dalam satu area merasakan demam yang tiba-tiba lalu diikuti dengan nyeri di beberapa bagian tubuh seperti siku, pergelangan tangan dan kaki serta lutut. Gejala tersebut meningkat frekuensinya belakangan ini di banyak daerah di Indonesia. Ya, wabah demam chikungunya memang sedang melanda daerah tropis terutama saat pergantian musim. Oleh karena gejalanya yang menyerupai flu dan beberapa merasakan nyeri di tulang, masyarakat sering menyebut chikungunya sebagai “flu tulang”. Namun sebenarnya apa chikungunya itu?

Chikungunya -yang ternyata pelafalan seharusnya adalah \chik-en-gun-ye ini- merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengan perantara nyamuk Aedes, jenis Aedes aegepty untuk di daerah perkotaan dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Nyamuk Aedes ini berkembang biak di tempat-tempat genangan air bersih seperti pot bunga, ban bekas, dan tempat penampungan air yang terbuka. 

Tidak seperti Demam Berdarah, chikungunya bukan penyakit yang menyebabkan kematian namun cukup mengganggu karena gejala yang ditimbulkan membuat penderitanya tidak dapat beraktivitas normal. Namun hal ini tidak menjadi alasan untuk mendiamkan penyakit ini. Jika sudah terkena maka tindakan untuk mengobati gejala yang ada harus segera dilakukan. Tindakan paling bijaksana adalah dengan mencegah agar tidak terkena virus ini.

Sebelum membahas bagaimana tindakan pengobatan dan pencegahannya mari kita lihat dulu gejala yang ditimbulkan penyakit ini sehingga kita bisa membedakan dengan gejala penyakit yang hampir mirip, Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada chikungunya waktu timbulnya gejala biasanya tiba-tiba dan cepat tidak seperti DBD yang sedikit demi sedikit menunjukkan gejala seperti demam dan timbul bercak merah pada kulit. Hal yang menonjol lagi adalah jarang sekali dijumpai pendarahan pada orang yang terkena chikungunya sedangkan pada DBD, sebagian besar penderitanya mengalami pendarahan karena faktor kadar trombosit yang menurun. Satu lagi gejala yang khas pada chikungunya namun tidak pada DBD adalah nyeri sendi dan ruas jari yang bisa dirasakan penderitanya sampai satu bulan lamanya meskipun demamnya sudah turun. 

Chikungunya bukan penyakit yang disebabkan oleh bakteri sehingga tidak diperlukan antibiotik (dear "pecinta" antibiotik). Parasetamol, ibuprofen, dan aspirin adalah obat-obat yang biasa digunakan untuk menurunkan panas dan mengurangi nyeri yang ditimbulkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah hati-hati untuk penggunaan ibuprofen dan aspirin karena mempunyai risiko pendarahan bagi beberapa pasien. Selain itu aspirin tidak boleh digunakan pada anak yang berumur kurang dari 12 tahun karena risiko Reye's syndrome (sindrom yang menyebabkan efek berbahaya pada otak dan kerusakan hati pada anak). Nah dalam hal ini parasetamol memang menjadi obat pilihan pertama dipandang dari keamanannya tentu saja dengan penyesuaian dosis kepada setiap pasien. Selama tidak mempunyai gangguan fungsi hati, mengonsumsi paraasetamol setiap delapan jam disarankan sampai suhu tubuh normal kembali. Selain pengobatan hal terpenting adalah jumlah pemasukan air yang harus selalu dijaga agar tidak terjadi dehidrasi. 

Nah, jika sebagian penyakit bisa dicegah dengan pemberiaan vaksin, tidak demikian dengan chikungnya. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mencegah virus chikungunya (atau lebih sering disingkat CHIKV). Lingkungan mempunyai peran yang penting untuk menciptakan lingkungan yang bersih sehingga dapat mengeliminasi tempat berkembangbiak nyamuk serta meminimalisasi kontak manusia dengan nyamuk Aedes. Kunci untuk pengurangan kejadian chikungunya ini sendiri adalah mobilisasi sosial yang bisa dilakukan mula dari tahap keluarga, sekolah, maupun lingkungan lebih besar lainnnya.

Di lingkungan sekolah misalnya, harus mulai diperkenalkan bagaimana cara penularan virus chikungunya, di mana saja tempat berkembangbiak nyamuk, pada waktu apa nyamuk Aedes menggigit serta bagiamana penanggulangannya. Selain itu lingkungan sekolah yang bersih juga harus diciptakan dengan merapikan semak-semak dan pohon yang terlalu tinggi karena nyamuk Aedes menyukai tempat-tempat yang teduh saat siang hari. 

Selain dari lingkungan, pencegahan yang paling penting justru datang dari diri masing-masing. Seseorang akan mudah terinfeksi virus saat daya tahan tubuhnya menurun. Oleh karena itu, pola hidup yang sehat, olahraga, air putih dan vitamin yang cukup harus selalu diperhatikan. Jangan takut minum vitamin jika memang diperlukan (tentunya harus dengan sepengetahuan dokter/apoteker).

Memang tidak pernah mudah menjalankan nasihat nenek moyang untuk lebih baik mencegah daripada mengobati. Kita tidak akan mau melakukan pencegahan jika belum merasakan betapa tidak enaknya menjadi sakit. Tetapi haruskah kita tidak bisa berjalan dan demam tinggi berhari-hari dulu untuk mau bergerak mencegah agar tidak sakit?
I don't think so.

Comments

Popular posts from this blog

Parikan ala arek Suroboyo

Kata orang, boleh aja kita meninggalkan, tapi kenangan nggak akan terlupakan. Dua setengah bulan di Surabaya membuat saya menemukan banyak hal baru. Mulai lingkungan baru, sahabat-sahabat baru, hati yang baru #eh, sampai menemukan akun twitter baru, hahaha. Oke, jadi gini, waktu itu saya sedang cari akun twitternya @infosurabaya biasalah setiap kota akun-akun dengan nama @infojogja @infoJKT dan info-info yang lain selalu ngetwit berita terupdate seputar kota yang bersangkutan. Bukannya @infosurbaya yang ketemu justru saya dipertemukan lebih dahulu dengan akun @aslisuroboyo yang sebulan terakhir ini membuat dahi saya sering dipegang oleh teman sekamar karena.......... yap, ketawa-ketawa nggak jelas saat buka twitter. Mau tau alasan ketawa-ketawa sendirian ini? Setelah baca ini silakan liat timeline @aslisuroboyo dengan hashtag #parikanRek. Dan buat kamu-kamu yang belum bergabung di twitter world, ini, dengan sukarela saya tuliskan beberapa twit gombal tingkat Keukenhoff dari akun yang s

Kopiku

Manis. Tidak juga menjadi manis. Pahit. Tapi hidup. Kadang pahit yang mengobati. Seringkali pahit yang justru menyembuhkan. Apa gunanya manis kalau hanya maya. Maya dimana mana. Kapan saja. Dengan siapa saja dan cara apa saja. Mulai halusinasi. Terserang ilusi. Kontaminasi delusi. Seolah-olah menjadi orang yang benar. Seolah-olah menjadi yang terpilih. Bahagia dalam maya. Menangis dalam manis. Cuma bisa meringis ketika teriris. Maya maya maya. Semu semu semu. Manis manis manis. Tanpa permisi pergi. Tanpa undangan datang. Pahit. Menyembuhkan. Pahit. Membenarkan. 

Sebuah PKPA, Sebuah Cerita

Sebenarnya postingan ini lebih bertujuan untuk memuaskan keinginan beberapa fans (baca: adik2 angkatan) yang penasaran bagaimana jalannya PKPA di Rumah Sakit. Sebagai kakak tingkat yang baik hati, budiwati, serta imut2, saya persembahkan waktu di antara membuat laporan dan menyelesaikan kasus ini untuk kalian. Dan karena saya PKPA di RSUD dr. Soetomo maka yang saya sampaikan adalah yang saya tahu dan beberapa pengamalan saya selama PKPA di rumah sakit termaktub di atas. Here it is! PKPA? Apaan sih? Oke, pertanyaan yang sangat serius sepertinya :P. PKPA adalah singkatan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker, salah satu syarat memperoleh gelar apoteker dan di instansi saya (Fakultas Farmasi UGM) PKPA untuk mahasiswa minat Rumah Sakit dilaksanakan di tiga intansi pemerintah/swasta yaitu apotek, puskesmas, dan rumah sakit. PKPA Rumah Sakit, apa saja yang harus dipersiapkan? Otak, tenaga, waktu, biaya, dan the one in only: hati :) Di sana ngapain aja? Masuk ke poin utama