Skip to main content

Hanya Karena Tidak Bisa Berenang, Bukan Berarti Kamu Tidak Berani Arung Jeram

Judulnya panjang, nggak seperti cerita di balik saya memutuskan untuk ikut arung jeram (atau biar lebih nempel kita sebut saja rafting). Awal dari petualangan “njantungi” ini adalah ketika sahabat saya, Yoan, menawari saya untuk ikut ke dalam tim arung jeram hore-hore di Sungai Elo. Beberapa teman yang sudah pernah rafting di Sungai Elo mengatakan kalau memang sungai itu cocok untuk pemula karena jeramnya tidak begitu besar. Lagipula, sudah lama pake banget saya ingin mencoba rafting. Jadi, tunggu apa lagi? Sikat! 

Sampailah di hari yang ditunggu, Sabtu 15 Maret 2014 kami ber-sembilan (sebut saja Yuli, Yoan, Bimo, Banu, Andre, Andika, Asleigh, Brent, dan saya) berangkat dari Salatiga. Obrolan saat perjalanan terasa hangat karena ada dua orang teman yang baru saya kenal hari itu, Asleigh dan Brent, pasangan dari Australia yang juga ikut rombongan tim hore. Bahan pembicaraan yang tadinya perihal “Indonesia saat ini seperti Australia 70 tahun yang lalu” berubah membahas tentang lokasi rafting yang ternyata kami semua tidak tahu persis jalannya. Tidak begitu lama, kami sudah bisa melihat petunjuk ke arah jalan yang benar: “100 meter lagi Citra Elo”. Aman dan nggak kesasar. Saya tidak ingat persis, tapi Mas Yuli sempat menyebut kata “intermediate” dalam obrolan menuju lokasi rafting. Ya, mungkin di Sungai Elo ada kelas jeram beginner, intermediate, dan advanced (sekali lagi, ini asumsi). 

Sekitar dua jam perjalanan, akhirnya kami tiba di Citra Elo rafting. Dari sini kejanggalan mulai terasa setelah melihat pamflet jenis rafting yang akan diikuti. Ada Sungai Elo, Progo Atas, dan Progo Bawah. Oh, ada Progo juga ya, okelah, saya juga nggak tau beda lokasinya kok di mana Elo di mana Progo di mana perhatianmu. Oke, abaikan. Singkatnya, sesampainya di lokasi rafting kami diminta pemandu untuk mengenakan pelampung dan helm masing-masing. Pemandu menjelaskan beberapa perintah dan posisi yang benar memegang dayung, bagaimana bila terjatuh ke sungai, serta memastikan kelengkapan kami demi keamanan. Kami dibagi ke dalam dua boat, saya, Asleigh, Brent, Mas Bimo, dan Andika dalam boat yang sama (yang kemudian disebut crazy boat) dan Mas Yuli, Yoan, Banu, Andre berada di boat yang lain. Tentunya, agar kami tidak mendapat mention “No pict=hoax” saat kami livetweet dari permukaan sungai, seperti tradisi anak muda gaul lainnya, kami berfoto ria dengan baju yang masih bisa berkibar saat tertiup angin.


Happy Faces 

Naiklah kami ke perahu dengan memegang dayung masing-masing. Rasanya seperti atlet Sea Games yang akan dilepas Menpora saja saat kami melakukan dayungan pertama.
Forward! Forward!, perintah Pak Gufi, guide kami di crazy boat. 
Pak Gufi memulai obrolan dengan memperkenalkan dirinya dan Rendy, co-guide berambut-gimbal-tapi-manis-uyeah dan tipikal Sungai Progo. Eh, tunggu. Sungai Progo? Lho, ini kita di Sungai Progo?
Iya, Mbak. Ini Progo Atas, kemarin sempat ditutup sih karena airnya setinggi pohon itu (sambil menunjuk pohon di sekililing kami yang tingginya sekitar 1,5 meter dari permukaan air). Jeramnya yaaaa lumayan lah dibandingkan Elo 
Oh, well. Mari menelan ludah dulu sodara-sodara. Rupanya “intermediate” yang dimaksud Mas Yuli tadi ya Progo Atas ini. Oh well. Asleigh menangkap mimik muka saya dan bertanya.    
Can you swim? 
No. Aku nggak bisa renang, yo sist! Saya sempat baca beberapa travel writing tentang rafting dan katanya kalau memang nggak bisa renang bilang saja ke pemandunya. Baiklah, I did that. Tapi apa respon Pak Gufi?
Masa sih? Ah, aku ra percoyo mbak nek durung ndelok dhewe. (Aku nggak percaya kalau belum lihat sendiri) 

OK. Let the adventure begin. Anggota crazy boat sendiri adalah orang-orang yang doyan sekali tantangan. Terbukti baru 200 meter pertama Mas Bimo sudah sengaja jatuh ke sungai. Begitu juga dengan Asleigh dan Brent. Pak Gufi melihat hal ini sebagai kesempatan emas baginya untuk membuktikan bahwa saya tidak bisa berenang.
Do you want a surpriseeeeeee?
Yessssssssssss Tidak lama setelah teriakan anggota crazy boat itu, ada aba-aba “Backward! Backward!” dari Pak Gufi. Desss! Perahu ternyata sengaja ditabrakkan ke sisi kanan dan saya yang duduk di sisi kiri pun: BYUURRRR! Aku jatuh ke Sungai Progo sodara-sodara dan tidak tenggelam. Woohoo! Thanks to technology, sudah menciptakan rompi yang membuat saya bisa terapung di cokelatnya Sungai Progo. Pak Gufi tertawa puas. Anggota crazy boat yang lain sudah tidak sabar merasakan apa yang saya rasakan juga sepertinya. Crazy! Setelah pembuktian itu dan sepertinya melihat saya kasihan kedinginan, Pak Gufi mengajak kami untuk istirahat menikmati cemilan. Badan boleh istirahat, tapi foto-foto layaknya anak gaul jaman sekarang, teteup.


Istirahat sebentar

Entah karena sudah kepalang basah atau bagaimana, yang jelas setiap Pak Gufi berteriak: “Surprise again?” kami semua menjawab kompak: “Yesssss”. Atraksi kedua adalah kami diminnta berdiri di atas perahu bergandengan tangan satu sama lain. Pak Gufi mengatakan bahwa ini adalah permainan yang mengandalkan kerja sama. Jika sisi kanan akan jatuh, sisi kiri harus menarik, demikian juga sebaliknya. Bermodalkan hati yang bersih dan lugu kami mengikuti perintah Pak Gufi yang ternyata adalah muslihat belaka. Pak Gufi dan Mas Rendy Uyeah yang berada di sisi kiri menarik pegangan kami sehingga semua anggota crazy boat berhamburan ke Sungai Progo. Hahahahahhahahaha. 2-0. Saya pun dengan jumawa berteriak: Aku tidak tenggelam, uyeah! 

Sudah, pikir saya paling juga sudah atraksinya mengingat perjuangan kami naik lagi ke crazy boat lumayan gahar. Saya sendiri sempat pindah ke boat yang lain karena tidak kunjung mendapat pertolongan dari guide crazy boat. Pak Gufi seperti tidak rela saya ada di perahu Yoan dkk sampai beliau mengulurkan tangannya untuk membantu saya pindah ke crazy boat. Dasar crazy ya, saat pindah mau lompat pun saya dikerjain. Muslihat lagi, saya nyebur (lagi) karena crazy boat sengaja dijauhkan dari jangkauan saya. Pak Gufi segera membantu mengangkat saya untuk naik ke perahu. Tapiiiiiiii, ternyata saya dicelupkan lagi ke air sekali lagi sebelum akhirnya saya benar-benar diletakkan pada tempatnya. Hahahahahhahahha, strike! Di awal sekali Pak Gufi bilang sih kalau misalnya kami sampai finish masih tidak basah juga, uang kembali. *Inhale* *exhale*. 

Menjelang dua belokan terakhir, anggota crazy boat semakin menggila. Mereka minta perahunya dibalik. Tidak tunggu waktu lama, Pak Gufi melakukannya dengan senang hati. Entah, seberapa kuat otot bisep-trisepnya tiba-tiba pandangan saya sudah gelap dan ternyata oh ternyata saya ada di bawah perahu yang terbalik. Ini gilaaaaaaaaaaa. Kaca mata hampir terlepas dan ikut arus untungnya masih terikat di pelampung dan helm. Oiya sekedar berbagi tips, bagi teman-teman dengan mata minus yang masih bisa melihat objek berjarak 5 meter dengan jelas tanpa bantuan kacamata saya sarankan nggak usah pakai kacamata saja. Lebih nyaman dan tidak khawatir lepas. Kegilaan untuk crazy boat akhirnya berakhir dramatis dengan kemenangan telak di tangan Pak Gufi. Tapi bukan Pak Gufi namanya kalau nggak gila. Melihat Yoan dkk masih belum basah, spontan beliau merapatkan crazy boat ke perahu mereka. Beliau berdiri dan langsung membalik perahu manis itu. Byuuuurrrrrr. Semua berhamburan, semua tertawa. Gilaaaaaaa. 

Mungkin bagi sebagian orang, ini pengalaman biasa aja. Rafting dengan pengaman dan pemandu. Aman. Tapi bagi saya, ini seperti sebuah nilai kehidupan (halah, mulai!). Beneran. Seberapapun kemampuan kita menghadapi ujian dan cobaan, tetap optimis bisa bangkit lagi setelah berkali-kali terjatuh. Kenapa? Ketika sudah memutuskan untuk hidup, akan datang kesulitan yang akan selalu berdampingan dengan kemudahan begitu juga sebaliknya. Jeram itu adalah hidupmu, cobaan itu datang dari terbaliknya perahumu, ujian bisa dari pemandumu, dan kemudahan akan selalu datang dari teman-temanmu, orang-orang yang akan selalu peduli tentang kamu.
Namanya Saja Arung Jeram. C'est la vie!

Comments

  1. Terima kasih kunjungannya Kak, kami tunggu di trip berikutnya :), Salam hangat dari Basecamp CitraElo :)

    CitraElo Rafting | Arung Jeram Magelang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama. Berikutnya harus ke Progo Bawah mungkin ya :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Parikan ala arek Suroboyo

Kata orang, boleh aja kita meninggalkan, tapi kenangan nggak akan terlupakan. Dua setengah bulan di Surabaya membuat saya menemukan banyak hal baru. Mulai lingkungan baru, sahabat-sahabat baru, hati yang baru #eh, sampai menemukan akun twitter baru, hahaha. Oke, jadi gini, waktu itu saya sedang cari akun twitternya @infosurabaya biasalah setiap kota akun-akun dengan nama @infojogja @infoJKT dan info-info yang lain selalu ngetwit berita terupdate seputar kota yang bersangkutan. Bukannya @infosurbaya yang ketemu justru saya dipertemukan lebih dahulu dengan akun @aslisuroboyo yang sebulan terakhir ini membuat dahi saya sering dipegang oleh teman sekamar karena.......... yap, ketawa-ketawa nggak jelas saat buka twitter. Mau tau alasan ketawa-ketawa sendirian ini? Setelah baca ini silakan liat timeline @aslisuroboyo dengan hashtag #parikanRek. Dan buat kamu-kamu yang belum bergabung di twitter world, ini, dengan sukarela saya tuliskan beberapa twit gombal tingkat Keukenhoff dari akun yang s

Kopiku

Manis. Tidak juga menjadi manis. Pahit. Tapi hidup. Kadang pahit yang mengobati. Seringkali pahit yang justru menyembuhkan. Apa gunanya manis kalau hanya maya. Maya dimana mana. Kapan saja. Dengan siapa saja dan cara apa saja. Mulai halusinasi. Terserang ilusi. Kontaminasi delusi. Seolah-olah menjadi orang yang benar. Seolah-olah menjadi yang terpilih. Bahagia dalam maya. Menangis dalam manis. Cuma bisa meringis ketika teriris. Maya maya maya. Semu semu semu. Manis manis manis. Tanpa permisi pergi. Tanpa undangan datang. Pahit. Menyembuhkan. Pahit. Membenarkan. 

Sebuah PKPA, Sebuah Cerita

Sebenarnya postingan ini lebih bertujuan untuk memuaskan keinginan beberapa fans (baca: adik2 angkatan) yang penasaran bagaimana jalannya PKPA di Rumah Sakit. Sebagai kakak tingkat yang baik hati, budiwati, serta imut2, saya persembahkan waktu di antara membuat laporan dan menyelesaikan kasus ini untuk kalian. Dan karena saya PKPA di RSUD dr. Soetomo maka yang saya sampaikan adalah yang saya tahu dan beberapa pengamalan saya selama PKPA di rumah sakit termaktub di atas. Here it is! PKPA? Apaan sih? Oke, pertanyaan yang sangat serius sepertinya :P. PKPA adalah singkatan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker, salah satu syarat memperoleh gelar apoteker dan di instansi saya (Fakultas Farmasi UGM) PKPA untuk mahasiswa minat Rumah Sakit dilaksanakan di tiga intansi pemerintah/swasta yaitu apotek, puskesmas, dan rumah sakit. PKPA Rumah Sakit, apa saja yang harus dipersiapkan? Otak, tenaga, waktu, biaya, dan the one in only: hati :) Di sana ngapain aja? Masuk ke poin utama